Disaat Umat Islam sedunia yang berjumlah sekitar 2 milyar manusia atau 25% dari total populasi penduduk bumi sedang khusyuk merayakan Idul Adha 1444 H sebagai salah satu hari raya suci agama Islam, kita dikagetkan dengan aksi biadab sekelompok orang di Swedia. Mereka terang2an membakar, menginjak bahkan menjadikan kitab suci umat Islam yang bernama Al Qur’an untuk mengelap sepatu di depan umum.
Aksi biadab tanpa memikirkan risiko lanjutan yang mungkin saja akan ada pembalasan oleh umat Islam yang tak terima tersebut, adalah aksi kesekian kalinya terjadi di Swedia.
Sepertinya kejadian2 aksi yang menghina, melecehkan, menyinggung bahkan menyakitkan perasaan umat Islam tersebut sudah menjadi tradisi di negara Swedia yang mayoritas penduduknya ateis dan agnostik.
Perbuatan2 tak bermoral dan biadab tersebut kurang sekali mendapatkan sanksi setimpal dari penegak hukum di negara yang terletak di benua Eropa itu. Polisi hanya bisa mengusir dan memindahkan aksi2 tersebut ke lokasi lain. Hal ini disebabkan negara tersebut sangat menghormati kebebasan menyampaikan pendapat, unjuk rasa dan aksi protes di depan umum. Artinya, secara implisit aksi penghinaan yang sangat vulgar tersebut dianggap sebagai sebuah demonstrasi normal seperti layaknya unjuk rasa kaum buruh yang menuntut kenaikan gaji ataupun aksi2 yang memprotes kebijakan2 pemerintah yang merugikan rakyat.
Setiap negara tentu memiliki konsep, kebijakan dan aturan yang berbeda dalam mengatasi setiap aksi demo atau unjuk rasa warganya. Namun, aksi pembakaran Al Qur’an yang nota bene tak merugikan kehidupan mereka secara langsung, sungguh sebuah perbuatan tak waras, tak bisa ditolerir dan hanya berdasarkan rasa kebencian bernuansa radikalisme yang akan merusak tatanan kehidupan antar umat beragama di negara tersebut bahkan ke seluruh dunia.
Al Qur’an nur karim sebagaimana layaknya Kitab2 suci agama lain, sangat disucikan dan dijadikan panduan kehidupan dunia dan akhirat bagi umat Islam. Al Qur’an diyakini sebagai ayat2 suci yang berisikan firman Tuhan yang diturunkan melalui Nabi Muhammad SAW Di 2 (dua) kota suci Umat Islam, yakni kota Mekkah dan Madinah.
Kembali ke tindakan barbar kaum anti Islam di Swedia tersebut, aktifitas yang merusak tata nilai kehidupan dan kerukunan antar umat beragama telah membuat umat Islam dunia menjadi sangat marah. Hal ini tentu saja akan bisa berlanjut kepada tindakan2 balasan oleh sejumlah kaum muslim sedunia yang tak ingin kitab suci yang mereka junjung dan agungkan tersebut dihina secara kasar dan sangat biabab.
HENTIKAN TINDAKAN BIADAB DEMI KERUKUNAN & TOLERANSI HIDUP BERAGAMA
Umat agama manapun, pasti tak akan menerima pelecehan, penistaan dan penghinaan oleh pihak lain terhadap ajaran2 bahkan kitab suci yang bisa diraba secara fisik sebagai pedoman hidup dan kehidupan setiap umat beragama.
Islam selalu saja menjadi objek pelecehan, penistaan dan penindasan oleh kaum atau kelompok yang tak menyukai agama yang sudah ada sejak 1500 tahun lalu ini sebagai sebuah agama yang eksis di muka bumi.
Mereka selalu mencari-cari kelemahan ajaran Islam untuk kepentingan politik atau bisa juga kepentingan2 tertentu yang masih belum jelas maksud dan tujuannya. Padahal di wilayah manapun di pelosok bumi ini dimana umat Islam sebagai kaum mayoritas, aktifitas dan aksi2 kebencian anti umat agama lain sangat jarang terjadi bahkan mereka selalu menghormati dan menjaga kerukunan serta toleransi dalam hidup beragama.
Bagi Umat Islam, keberadaan Islam justru memberikan dampak positif kepada umat2 lain dalam hidup berdampingan secara damai (co existensi damai). Islam selalu mengajarkan kepada umatnya untuk selalu menghormati ajaran agama lain. Islam adalah agama yang memberikan rahmat kepada seluruh makhluk hidup dan semesta alam alias “rahmatan lil alamin”. Prinsip hidup utama dalam ajaran Islam terkait relasi dengan umat agama lain dalam ajaran Islam: “Lakum dinukum waliyadin” – bagiku agamaku, bagimu agamamu. Artinya, Islam menghormati, menghargai dan merawat hidup damai, rukun dan berdampingan bersama penganut agama lain.
Menganut dan meyakini ajaran agama masing2 adalah sebuah keniscayaan bagi setiap umat beragama. Urusan benar atau salah tentang ajaran agama adalah urusan internal penganut dan pemeluk agama terkait dengan sang Khalik atau Sang Pencipta Alam Semesta yang sangat bersifat transendental. Tak ada hak dan kewenangan dari pihak manapun untuk menistakan, melecehkan bahkan merusak ajaran sebuah agama apalagi melakukan pembakaran terhadap sebuah kitab suci yang dianggap sakral tersebut.
Dunia ini tak akan pernah rukun, damai dan tenang, jika elemen2 kebencian tanpa dasar, tanpa hati nurani dan tanpa akal sehat, menjadi alasan utama untuk saling menjegal, melecehkan, menista bahkan menghancurkan keberadaan agama2 lain.
Biarkan masing2 penganut agama menjalankan ajaran agama yang diyakininya dengan aman, tenang dan damai. Agama adalah nurani dan harga diri tertinggi bagi penganutnya. Melakukan pelecehan, penistaan dan tindakan2 biadab terhadap sebuah agama, sama dengan pelecehan terhadap keberadaan, hak asasi dan harga diri para penganutnya.
“Toleransi tidak mengartikan kurangnya komitmen pada kepercayaannya, melainkan hal itu mengutuk penindasan dan penganiayaan terhadap orang lain”. – John F. Kennedy
Bekasi, 29 Juni 2023
Penulis: Dr. Yosminaldi, SH.MM (Pemerhati Toleransi Antar Umat Beragama)