TERASPASUNDAN.COM | Perancis, salah satu negara Eropa dengan sejarah politik panjang, berliku dan penuh kekerasan selama berabad-abad, diterpa badai kerusuhan massa yang merusak dan membakar gedung2 pemerintah, kantor polisi, bangunan2 sekolah, kendaraan umum serta fasilitas2 umum. Penjarahan terjadi di toko2 yang menjual kebutuhan2 publik sehari-hari.
Kerusuhan besar yang berdampak kerugian besar secara materil itu disebabkan oleh penembakan brutal kepada seorang remaja berusia 17 tahun keturunan Aljazair-Marokko.
Massa bergerak serentak di sejumlah kota untuk berdemonstrasi dan berunjuk-rasa sebagai bentuk protes keras atas kematian remaja imigran tersebut.
Disebutkan, remaja tersebut bernama Nahel. Seorang remaja semata wayang yang sangat dicintai Ibunya. Nahel diusia yang masih muda belia, berperilaku tak berbeda dengan remaja seusianya: nakal, anti “mainstream” dan terkadang nyeleneh.
Dampak langsung kematian Nahel, tanpa diduga, telah membuat kisruh seantero Perancis. Nahel ditembak dengan sengaja oleh aparat Polisi dari jarak dekat. Nahel disebutkan telah melanggar aturan lalu-lintas, namun dia tak mau berhenti dari laju kencang Mercedes-Benz yang dia kendarai. Polisi bertindak keras dan terlalu brutal. Menghukum pelanggar tindak pidana lalu lintas dengan mengeksekusi pelanggar diujung pistol. Inilah yang membuat warga Perancis, khususnya kaum Imigran marah dan mengamuk.
*BELAJAR DARI KESEWENANG-WENANGAN*
Pelajaran apa yang bisa dipetik dari tragedi kerusuhan massa yang telah membuat situasi politik-keamanan dalam negeri Perancis tidak kondusif serta penahanan lebih dari 700 orang pengunjuk rasa oleh polisi tersebut? Jawabannya adalah tindakan aparat keamanan yang brutal, melanggar hak asasi manusia (HAM) dan kesewenang-wenangan.
Sebuah negara yang berdasarkan demokrasi dan hukum seperti Perancis, tentu sangat menjunjung tinggi penegakkan hukum dan penghormatan terhadap hak asasi manusia. Perancis memiliki segudang tokoh2 hukum legendaris yang menjadi acuan dan pedoman sejarah hukum dunia, seperti John Locke, Montesquieu, JJ Rousseau, Voltaire, Niccolo Machiavelli, dll.
Namun sejarah Perancis mencatat, kekerasan oleh penegak hukum, justru banyak melanggar hak asasi manusia (HAM) warga negaranya. Artinya, kuantitas perjalanan panjang sebuah negara dalam pendidikan, pengembangan dan penegakkan hukum dan HAM tak selalu berbanding lurus dengan praktik “tegak lurus” di lapangan oleh aparat keamanannya.
Tindakan penegakkan hukum yang brutal dan tanpa perikemanusiaan, justru berbuah brutalisme yang jauh lebih fatal dan merusak sendi2 kehidupan berbangsa dan bernegara di Perancis.
Penegakkan hukum dan penghormatan hak asasi manusia (HAM) tak cukup hanya dengan kelengkapan atribut aparat keamanan, kecukupan sarana dan prasarana serta penyiapan regulasi hukum yang mendukung kewenangan tugas aparat sebagai wakil negara.
Utamanya, pembekalan hati nurani, karakter kemanusiaan dan mentalitas berbudi luhur, jauh lebih penting ditanamkan kedalam jiwa aparat keamanan, dibandingkan dengan asupan sistem pendidikan yang berfokus kepada peningkatan ketrampilan teknis yang robotis.
Aparat keamanan dalam tugas sehari-hari tidak saja melulu menjalankan “Standard Operating Procedure” (SOP), namun juga harus menggunakan nurani kemanusiaan terdalam, sebagaimana Tuhan sudah menganugerahkan kepada setiap umat manusia. Itulah kelebihan manusia yang dianugerahkan Tuhan dibanding makhluk lain di alam semesta.
Manusia tak hanya dianugerahi akal dan fikiran, namun juga dikaruniai hati nurani yang memiliki rasa perikemanusiaan terdalam, agar bisa menjadi Khalifah yang menjaga peradaban umat manusia dan alam semesta beserta segenap isinya.
Semoga tragedi naif yang memicu kerusuhan massa brutal di Perancis tersebut tidak terjadi di negeri tercinta Nusantara yang memiliki Pancasila sebagai “ursprungnorm” ini.
*”Komitmen terhadap hak asasi manusia tidak dapat dipupuk hanya melalui penyebaran pengetahuan. Tindakan dan pengalaman memainkan peran penting dalam proses pembelajarannya.”* – Daisaku Ikeda
Bekasi, 03 Juli 2023
Penulis: Dr. Yosminaldi, SH.MM (Pemerhati Sosial-Politik, Hukum & Ketenagakerjaan)