BEKASI – Kebijakan Menteri Ketenagakerjaan RI (Menaker) agar setiap perusahaan wajib membentuk Satgas Pencegahan Kekerasan Seksual dinilai belum tepat. Pasalnya, sampai saat ini, kasus kekerasan seksual pada perusahaan, baru terjadi dibeberapa perusahaan saja. Artinya, bisa dihitung dengan jari, dibandingkan dengan puluhan ribu perusahaan yang ada.
Hal tersebut ditegaskan Ketua Umum Asosiasi Praktisi Human Resouce Indonesia (ASPHRI) Yosminaldi. Menurutnya, Menaker Ida Fauziyah belum perlu mengeluarkan kebijakan agar setiap perusahaan wajib membentuk Satgas Pencegahan Kekerasan Seksual.
“Dikeluarkannya SK Pedoman dan Pencegahan Kekerasan Seksual di tempat kerja oleh Menaker itu bagus, tetapi mewajibkan pembentukan Satgas Anti Kekerasan Seksual di tiap perusahaan, sungguh berlebihan dan belum perlu atau belum mendesak,” tegas Yosminaldi pada Jumat (02/06/2023).
Yosminaldi mengatakan, dengan pembentukan Satgas Anti Kekerasan Seksual di tiap perusahaan akan membuat karyawan shock. “Hal ini justru akan membuat karyawan kaget bahkan “shock”. Cuma segelintir bahkan bisa dihitung dengan jari, terjadi kekerasan sexual di perusahaan,” ujar Yosminaldi pada Jumat (02/06/2023).
Menurut dosen di sejumlah perguruan tinggi tersebut, jika terjadi kekerasan seksual di perusahaan, maka pihak perusahaan akan memberikan sanksi berupa SP atau surat peringatan kepada pelaku pelecehan seksual tersebut. Bahkan perusahaan akan mengambil tindakan hukum sebagaimana diatur dalam PP atau PKB serta UU Ketenagakerjaan yang berlaku.
Pria yang biasa disapa Yos itu mengatakan, dengan dikeluarkannya SK Menaker terkait kebijakan Satgas ditiap perusahaan, sama saja artinya membesar-besarkan isu anti kekerasan seksual di dunia usaha dan dunia industri (DUDI) yang notabene terjadi masih dalam level “case by case”.
“Dengan Kepmen tersebut, justru pemerintah membesar-besarkan isu anti kekerasan seksual yang sesungguhnya jarang terjadi di perusahaan.
Pemerintah harus menunjukkan dulu data-data dan fakta yang mendukung, sebagai dasar dalam mengeluarkan Kepmen tersebut,” jelasnya.
Sebenarnya, lanjut Yos yang juga sebagai Staff Ahli disebuah Lembaga Politik, kekerasan seksual atau “sexual harrasment” sudah diatur jelas di setiap Peraturan Perusahaan atau Perjanjian Kerja Bersama (PKB) di setiap perusahaan. (**)